Kendatipun pergi awalnya, namun kasih tetap menunggu diujung jalan...
__ Dai-Senja__
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata: "Ilmu itu bukanlah apa yang dihafal, melainkan apa yang bermanfaat."
Rabu, 22 Oktober 2014
Rabu, 21 Mei 2014
Jiwaku-Jiwamu
Sejujurnya saya tidak tahu harus menulis apa.
Tapi....
Ini kesamaan teman sebayaku dengan bayanganku
#1. Gunung
Awalnya, hanya bercerita tentang gunung..
Agar bisa teriak dari atas atau melihat dunia dari atas.
Sedang Bayanganku tertarik Gunung Prahu-Rinjani
#2. Daun
Bercerita tentang Daun Daun dan Daun
Ah,, Teman Sebaya dan Bayanganku menyukai Daun yang sama
Sebagai pembeda ku tulis saja
Teman sebaya seperti Linden
Bayanganku lebih ke Ek atau Oak
#3. Bunga
Berhubung sama-sama perempuan
Teman Sebaya dan Bayanganku memiliki bunga kebanggaan
Teman Sebaya melirik Azalea rupa Pink
Bayanganku punya Aster Daisy rupa Liar
#4. Rumput
Rumput Hijau,,
Hay, punya cerita lucu tentang rumput
Mereka berdua menggilai rumput, padang rumput, dan foto bersama rumput
Teman Sebaya punya Dandelion (anggap saja rumput) :D
Bayanganku memikat Ilalang
#5. Pembisnis
Agak serius sewaktu mereka bicrar Bisnis
Lebih ke pengembangan mimpi
aih,, ini lah mimpinya
Menjadi juragan Bebek dan Ikan untuk Teman Sebaya
Menjadi pedagang Buku, Kue, dan mungkin Bunga untuk Bayanganku
Dan tak perlu menjadi kembar untuk persamaan.. aduh udah dulu
## Hari-Siang-Panas
Siapa Bilang???
Siapa bilang jadi TKW/I Mudah?
Negeri damai bernama Indonesia
Ditempat pertama kali kita menangis
dan tersenyum
Siapa
bilang jadi TKW bahagia?
Menjadi
boneka di Negara lain
Selalu
tersenyum dibalik gejolak amarah
Siapa
bilang jadi TKW mudah?
Namun
kita punya Allah, yang menundukan nafsu menjaga kita
Dimusim
dingin hatiku dingin gelora Rindu yg membentang
Siapa
bilang jadi TKW itu mudah?
Dimana
jika mendapat siksa dunia akhirat
Kami
bukanlah karpet maupun sendal
Yang
dimana kau bisa menginjaknya sesuka hati
Kami hanyalah manusia
Yang ingin merasakan
manisnya hidup
Berharap
merasakan sinar mentari dengan bebas
Tanpa
dihalangi oleh tembok penghalang
Kami
pun bisa menangis,
Dan
kami pasti menangis dlm kerinduan
Kenyamanan
akan dirasakan jika kita dekat
Dengan
orang yg terdekat
Betapa
pentingnya sebuah keluarga,
Bagaimana
nasib suami dan anak-anak yang ditinggalkan oleh pengurusnya ?
Kami tidak bangga
disebut sebagai pahlawan
Hati kami pun ingin
menjerit
Tapi jeritan kami
siapa yang dengar selain Allah SWT?
Lelah
kami terima dengan ikhlas,
Semoga
Allah mengampuni atas kesalahan kami…
Pagi dan gerimis
Bersama Kakak dan -Paman-
Jumat, 16 Mei 2014
Ketika Kau Menyapa
Untuk Gadis Ilalang
Aku mungkin tak cukup mampu mengingat tiap inci peristiwa yang menyebabkanku mengenal namamu, bahkan aku tak tahu darimana kita mengawali kata sebagai perkenalan. Namun aku masih ingat kehangatan-kehangatan anak-anak kalimat yang kita lahirkan dari bibir-bibir polos kita. Awalnya kukira kau tak lebih seseorang yang sekedar mampir mengisis kebosanan, setelah itu menghilang. Tak sedikitpun aku berfikir kau akan datang lagi besok, bahkan aku tak pernah berharap kau mengingat namaku sekedar untuk menyapaku kertika kita bertemu lagi. Tapi esok hari kau kembali datang, menyapaku dengan nama yang sangat manis, kau sebut aku dengan “Hilwa”, kau mungkin tak tahu isi kepalaku ketika itu, menganggapmu gadis yang sok akrab dengan orang baru.
Ku terima ajakanmu mencipta percakapan tentang apa saja yang kau mulai, dengan cara yang sangat sederhana. Bukan hal berlebihan jika aku menerima kedatanganmu dengan sekenanya saja. Sekenanya saja! Kau tahu? Sudah kualami peristiwa “Ditinggalkan” setelah kuanggap dia lebih dekat daripada bayanganku sendiri. Sejak itu aku mulai membangun keangkuhan dalam diriku, memilih berlari dari kata “sangat dekat” dan menghampiri “menjaga jarak”. Tanyakan pada siapa saja yang pernah merasainya! Maukah ia kejadian itu terulang lagi?
Dan kau.. kau tak perduli akan hal itu, fikirku kau memang sedang tidak paham sedang ada apa denganku? Kau tetap berjalan dibelakangku, mengikutiku tiap hari, bahkan ketika aku sakit kau datang menunjukkan simpatimu padaku. Apa kau tahu? yang kau lakukan itu membingungkanku harus senang ataukah benci, perhatian kecil itu menajamkan kembali ingatanku pada hal yang sedang berusaha keras kutuntaskan dalam ingatan. Kau tak cukup sampai disitu, kau kembali mengajakku bercerita banyak, bercerita tentang masa kecil, tentang hujan, tentang musim, pantai, bunga, teh kehidupan, dan banyak lagi. Hal ini entah sejak kapan kusadari bahwa cerita kita begitu hidup, Perlahan-lahan kau mulai tampak sangat manis. Kita bercerita tentang rasa, kau bilang mungkin kita dipertemukan sebab rasa yang sama. Bercerita tentang mimpi-mimpi, lalu kita sama-sama sepakat kita adalah gadis-gadis pemimpi, dan tentang masa lalu kau mengajakku untuk menjenguknya setahun sekali saja, saat idul fitri tiba. Yang mengajarku lebih bijak berkata “tak apa” ketimbang memaksa sebab percuma, tak akan dapat apa-apa. Yang menolak kata “terimakasih” karena terlalu sering kuungkap, Yang ketika aku bertingkah bodoh hanya tertawa sambil mengacak-acak rambutku, bentuk kasih sayang katamu. Yang hampir tiap hari memberiku kejutan, bertanya tentang kabarku, hati dan perasaanku.
Ku ungkapkan bahwa kau sangat pandai mencipta hal baru, kau pandai mencipta tawa tapi tegas kau katakan bahwa antara kita dilarang tersanjung, cukup dinikmati saja. Yang akan menembus pagi buta demi memberi kabar dan janji yang tertunda, ah betapa setianya! Kita masih asyik bercerita tentang kita, tentang daun-daun dan maknanya yang luas, tentang rumah pohon untuk berbaring sambil bercerita disana, tentang ilalang yang maknanya kau simpan sendiri, tentang gerimis dan hujan yang menguapkan kerinduan, tentang pantai dan ombaknya, tentang kita yang asyik dalam dunia persembunyian. Kau bilang kita tak perlu Nampak oleh mereka, kita cukup diam-diam saja dalam persembunyian sebab kita akan lebih indah ketika kita hanya bercerita berdua, dan kurasa kita tak kalah indah oleh mereka yang terlihat. Kau ingat bagaimana kau saat itu mengajariku tentang masa lalu? Kau selalu berkata “Luaskanlah hatimu” kata-kata itu sangat dalam kurasakan, seolah sadar kembali bahwa hatiku memang begitu sempit akan arti takdir. Juga saat kau mendengarku sedang mencari cara memaafkan kau kembali bergumam “aku tahu hatimu luas untuk itu”. kudengar kata itu begitu tulus keluar darimu, aku haru.
Disatu pagi, kau suguhkan banyak permintaan untukku, mengingatkanku akan rumus pertemuan. Kau bilang aku telah banyak belajar dari masa lalu, karenanya tak usah takut akan perpisahan. Kufikir dihatimu telah tumbuh asa untuk melangkah perlahan, menjauhiku dan menyisakan bayang punggung saja, tapi kau cukup memaksaku membekap mulut ketika kudengar kau berkata “tak sedikitpun aku berniat pergi, kau akan tetap kugenggam. Aku adalah orang yang tak mudah melepaskan, melarikan diri atau apalah bentuk kepergian. Sudah, benahi hatimu! Hatimu terlalu lembut untuk memaki masa lalu”. Lalu apalagi yang harus kuucap kini selain kata “Jazakillah khair”?.
13.05.014
Berpayungkan Cahaya Bulan.
Rabu, 07 Mei 2014
Ray, Untukmu
Aku melihat gerimis hari ini berbaring di atas rumput, seperti seorang gadis yang siap digambar. Tubuhnya lembut dan bening, bahkan ketika kau ingin berkaca padanya kau bisa melihat kupu-kupu sedang menari di belakangmu dengan jelas. Hari ini gerimis jatuh pada waktu tepat, setelah senja bersimpuh di kaki waktu, gerimis itu meluruh. Berputar-putar, mungkin ia seperti bunga daisy yang berputar ketika angin mencubit sedikit
kelopaknya. Waktu selalu susah untuk ditebak sama seperti kau datang mengetuk pintu pesanku. Aku tidak menduga kau datang hari ini. Mematung di depan pintu rumahku, menyuruh anak-anak kalimatmu berbaris. Setelah pintu kubuka, aku mematung.
“Maukah kau menjadi bagian dalam keluargaku?”
Aku tidak tahu bagaimana kau melatih anak-anak kalimatmu sehingga ia begitu penurut. Mataku tidak berkedip. Ada kaca yang kurasa hampir retak di sana. Aku tersenyum... Membaca kalimatmu adalah merasakan ketenangan di luar sana, seperti duduk di atas kelopak-kelopak daisy dan gerimis melangkah lembut di atas kepalaku. Semacam menaburkan serbuk untuk mengembalikan daun-daun yang layu.
Ray, apa kau masih ingat aku pernah melantikmu sebagai perempuan Daisy, dan nenek menyuruhku memberimu nama itu. Sementara hari ini, kejadian itu kembali kurasa terulang. Kau melantikku sebagai adik. Apakah nenek
telah melantikku di sana? Sama seperti malam pelantikan Garbera si peri mungil menjadi Daisy. Keluarga bunga berkumpul dari berbagai penjuru kebun sehingga kebun pada hari itu serupa bulan bercahaya pada malam hari.
Ray, kau membuat mataku harus mencipta gerimis. Selama ini aku mendamba agar nenek mengirimku seseorang. Aku merasa sepi, bahkan sepi telah menjadi minuman pahit yang harus kuteguk setiap pagi. Dan kau akhirnya hadir tanpa kuduga, menghapus jejak sepi dalam tenggorakanku. Kau melangkah memasuki hidupku, seperti alunan instrument Endless Love yang diam-diam menapaki kegelisahanku. Kau tahu bagaimana Endless love akhirnya menjadi sebuah judul film? Aku hanya mengambil kesimpulan bahwa mungkin pada saat itu penulisnya sedang memiliki kenangan yang sangat berarti. Makanya ia memilih Endless dan Love sebagai judunya. Endless berarti terus, tidak berheti seperti waktu yang berputar dan Love adalah cinta. Dua kata yang memiliki makna sempurna, menurutku. Aku ingin kau selalu mengalun dan memilih menetap dalam hatiku, seperti sebuah lagu yang tak pernah mati. Mungkin inilah cinta Phileo yang sering disebut oleh
Phulip Kuncoro, Ray.
KhN, April 2013/
Di sudut senja...
Langganan:
Postingan (Atom)