1. Memberitahu orang yang engkau cintai bahwa engkau mencintainya karena Allah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila salah seorang dari kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia memberitahu bahwa ia mencintainya."[1]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa pemberitahuan tersebut akan membuat kasih sayang semakin langgeng dan membuat cinta semakin kuat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila salah seorang dari kamu mencintai saudaranya karena Allah hendaklah ia memberitahu kepadanya, karena hal itu dapat melanggengkan kasih sayang dan memperkuat rasa cinta."[2]
Al-Baghawi berkata dalam kitab Syarhus Sunnah (XIII/67): "Makna pemberitahuan ini ialah anjuran untuk saling berkasih sayang dan mencintai. Karena apabila ia memberi tahu kepadanya maka ia akan memikat hatinya dan mendatangkan kecintaannya."
2. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa ucapan salam akan
menghilangkan rasa asing dan gejolak hati sehingga hati dapat bertemu karena
Allah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kalian tidak akan masuk Surga hingga beriman. Dan, kalian tidak akan beriman hingga saling berkasih sayang. Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling berkasih sayang? Sebarkanlah salam di antara kalian."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kalian tidak akan masuk Surga hingga beriman. Dan, kalian tidak akan beriman hingga saling berkasih sayang. Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling berkasih sayang? Sebarkanlah salam di antara kalian."
3.
Hadiah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi."[4]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi."[4]
4. Membatasi frekuensi kunjungan.
Ketahuilah wahai saudaraku yang kucintai, terlalu sering berkunjung bisa membuat bosan. Kunjungan yang terlalu sering dapat menumbuhkan futur (jemu atau muak). Mengatur kadar kedekatan dapat membuatnya lapang. Demikian pula sebaliknya, terlalu jarang mengunjungi juga akan membuat renggang dan dapat mengeraskan hati. Oleh karena itu, kunjungilah saudaramu sesekali waktu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kunjungilah (saudaramu) secara jarang-jarang niscaya kasih sayang akan bertambah."[5]
Sungguh indah perkataan seorang penyair berikut ini:
Hindari olehmu sering melakukan kunjungan
Karena sungguh jika terlalu banyak, akan menimbulkan kebencian
Sungguh aku lihat hujan bila turun tiap hari akan membuat bosan
Dan apabila tertahan justru tangan-tangan akan menengadah memohon kedatangannya
Seorang penyair lain mengatakan:
Batasilah kunjungan kepada sahabatmu
Maka engkau seperti pakaian yang senantiasa baru
Sungguh sesuatu yang paling membosankan bagi seseorang
Bila ia selalu melihatmu di sisinya
Ketahuilah wahai saudaraku yang kucintai, terlalu sering berkunjung bisa membuat bosan. Kunjungan yang terlalu sering dapat menumbuhkan futur (jemu atau muak). Mengatur kadar kedekatan dapat membuatnya lapang. Demikian pula sebaliknya, terlalu jarang mengunjungi juga akan membuat renggang dan dapat mengeraskan hati. Oleh karena itu, kunjungilah saudaramu sesekali waktu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kunjungilah (saudaramu) secara jarang-jarang niscaya kasih sayang akan bertambah."[5]
Sungguh indah perkataan seorang penyair berikut ini:
Hindari olehmu sering melakukan kunjungan
Karena sungguh jika terlalu banyak, akan menimbulkan kebencian
Sungguh aku lihat hujan bila turun tiap hari akan membuat bosan
Dan apabila tertahan justru tangan-tangan akan menengadah memohon kedatangannya
Seorang penyair lain mengatakan:
Batasilah kunjungan kepada sahabatmu
Maka engkau seperti pakaian yang senantiasa baru
Sungguh sesuatu yang paling membosankan bagi seseorang
Bila ia selalu melihatmu di sisinya
5. Bersikap wajar dalam cinta dan benci.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kamu benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.[6]
Demikianlah sikap yang pertengahan ini bertambah nyata, meliputi seluruh tampilan Islam hingga dalam hal perasaan, simpati dan kasih sayang.
Oleh karena itu, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata: "Hai Aslam, jangan jadikan cintamu sebagai beban dan jangan sampai bencimu membuat binasa."
Aku bertanya: "Bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Beliau mengatakan: "Jika engkau mencintai, janganlah berlebihan seperti seorang anak kecil mencintai sesuatu. Dan, jika engkau membenci, janganlah berlebihan hingga engkau suka mencelakai sahabatmu dan membinasakannya."[7]
Hadbah bin Khasyram berkata:
Jika engkau membenci, bencilah dengan kebencian sewajarnya
Karena sesungguhnya engkau tidak tahu, suatu ketika engkau akan kembali
Jadilah engkau barang tambang bagi kebaikan dan berilah maaf atas kesalahan
Karena sesungguhnya engkau melihat dan mendengar apa yang engkau lakukan
Jika engkau mencintai, cintailah dengan cinta sewajarnya
Sebab engkau tidak tahu, suatu ketika engkau memutus cinta itu
An-Namar bin Taulab berkata:
Cintailah kekasihmu sewajarnya
Niscaya tidak akan membebanimu
Bila kamu memutus cinta itu
Dan bencilah musuhmu sewajarnya
Karena bila tidak, engkau akan bersikap bijak padanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kamu benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.[6]
Demikianlah sikap yang pertengahan ini bertambah nyata, meliputi seluruh tampilan Islam hingga dalam hal perasaan, simpati dan kasih sayang.
Oleh karena itu, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata: "Hai Aslam, jangan jadikan cintamu sebagai beban dan jangan sampai bencimu membuat binasa."
Aku bertanya: "Bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Beliau mengatakan: "Jika engkau mencintai, janganlah berlebihan seperti seorang anak kecil mencintai sesuatu. Dan, jika engkau membenci, janganlah berlebihan hingga engkau suka mencelakai sahabatmu dan membinasakannya."[7]
Hadbah bin Khasyram berkata:
Jika engkau membenci, bencilah dengan kebencian sewajarnya
Karena sesungguhnya engkau tidak tahu, suatu ketika engkau akan kembali
Jadilah engkau barang tambang bagi kebaikan dan berilah maaf atas kesalahan
Karena sesungguhnya engkau melihat dan mendengar apa yang engkau lakukan
Jika engkau mencintai, cintailah dengan cinta sewajarnya
Sebab engkau tidak tahu, suatu ketika engkau memutus cinta itu
An-Namar bin Taulab berkata:
Cintailah kekasihmu sewajarnya
Niscaya tidak akan membebanimu
Bila kamu memutus cinta itu
Dan bencilah musuhmu sewajarnya
Karena bila tidak, engkau akan bersikap bijak padanya
6. Istiqamah di atas ketaatan dan meninggalkan maksiat.
Ketahuilah saudaraku seiman, bahwa iman dan amal shalih merupakan penyebab Allah mencintai hamba-Nya. Jika Allah telah mencintainya, niscaya akan ditulis baginya penerimaan yang baik di tengah hamba-hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang." (QS. Maryam: 96)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila Allah mencintai seorang hamba niscaya Dia menyeru Jibril: 'Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia.' Maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril menyerukan kepada penghuni langit: 'Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia.' Maka penghuni langit pun mencintainya, kemudian diberikan kepadanya penerimaan yang baik di kalangan penduduk bumi."[8]
-- al-Hubbu wal Bughdhu Fillaah fii Dhau-il Qur-aanil Kariim was-Sunnah ash-Shahiihah
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali
==========
Catatan Kaki :
[1]. Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Adabul Mufrad (542), Abu Dawud (5214), at-Tirmidzi (2502-Tuhfah), dan selain mereka dari jalur Yahya bin Sa'id ia berkata: "Tsaur bin Yazid telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Habib bin 'Ubaid telah menceritakan kepada kami dari al-Miqdam bin Ma'di Karib secara marfu'." Aku katakan: "Hadits ini telah dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan benar katanya."
[2]. Hasan lighairihi, diriwayatkan oleh Waki' dalam kitab az-Zuhd (337) dengan sanad yang shahih dari 'Ali bin al-Husain secara marfu'. Aku katakan: "Riwayat tersebut mursal, namun shahih sanadnya." Ada syahid (hadits penguat) lain yang juga mursal diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (191). Dan, ada juga syahid lainnya dari Yazid bin Nu'amah adh-Dhabbi. Hadits ini telah dihasankan oleh guru kami Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (1199) dengan keseluruhan jalur-jalurnya.
[3]. Diriwayatkan oleh Muslim (II/35, an-Nawawi) dan selainnya dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
[4]. Hasan, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (594), ad-Dulabi dalam al-Kuna (I/150 dan II/7) dan al-Baihaqi (VI/169), serta selain mereka dari jalur Dhamam bin Isma'il, ia berkata: "Aku mendengar Musa bin Wardan meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu'." Aku katakan: "Sanad ini hasan."
[5]. Shahiih al-Jaami' ash-Shaghiir wa Ziyaadatuhu (3562).
[6]. Ibid (176). Guru kami, Syaikh al-Albani telah menjelaskan panjang lebar tentang keshahihannya dalam Ghaayatul Maraam (472), silakan merujuk ke sana karena sangat bermanfaat.
[7]. Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (1322), 'Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (20269), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XIII/65), dari jalur Ma'mar bin Zaid bin Aslam dari ayahnya. Aku katakan: "Sanadnya shahih."
[8]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (VI/303, X/461, al-Fat-h), Muslim (XVI/183-184 an-Nawawi), dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
Ketahuilah saudaraku seiman, bahwa iman dan amal shalih merupakan penyebab Allah mencintai hamba-Nya. Jika Allah telah mencintainya, niscaya akan ditulis baginya penerimaan yang baik di tengah hamba-hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang." (QS. Maryam: 96)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila Allah mencintai seorang hamba niscaya Dia menyeru Jibril: 'Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia.' Maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril menyerukan kepada penghuni langit: 'Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia.' Maka penghuni langit pun mencintainya, kemudian diberikan kepadanya penerimaan yang baik di kalangan penduduk bumi."[8]
-- al-Hubbu wal Bughdhu Fillaah fii Dhau-il Qur-aanil Kariim was-Sunnah ash-Shahiihah
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali
==========
Catatan Kaki :
[1]. Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Adabul Mufrad (542), Abu Dawud (5214), at-Tirmidzi (2502-Tuhfah), dan selain mereka dari jalur Yahya bin Sa'id ia berkata: "Tsaur bin Yazid telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Habib bin 'Ubaid telah menceritakan kepada kami dari al-Miqdam bin Ma'di Karib secara marfu'." Aku katakan: "Hadits ini telah dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan benar katanya."
[2]. Hasan lighairihi, diriwayatkan oleh Waki' dalam kitab az-Zuhd (337) dengan sanad yang shahih dari 'Ali bin al-Husain secara marfu'. Aku katakan: "Riwayat tersebut mursal, namun shahih sanadnya." Ada syahid (hadits penguat) lain yang juga mursal diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (191). Dan, ada juga syahid lainnya dari Yazid bin Nu'amah adh-Dhabbi. Hadits ini telah dihasankan oleh guru kami Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (1199) dengan keseluruhan jalur-jalurnya.
[3]. Diriwayatkan oleh Muslim (II/35, an-Nawawi) dan selainnya dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
[4]. Hasan, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (594), ad-Dulabi dalam al-Kuna (I/150 dan II/7) dan al-Baihaqi (VI/169), serta selain mereka dari jalur Dhamam bin Isma'il, ia berkata: "Aku mendengar Musa bin Wardan meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu'." Aku katakan: "Sanad ini hasan."
[5]. Shahiih al-Jaami' ash-Shaghiir wa Ziyaadatuhu (3562).
[6]. Ibid (176). Guru kami, Syaikh al-Albani telah menjelaskan panjang lebar tentang keshahihannya dalam Ghaayatul Maraam (472), silakan merujuk ke sana karena sangat bermanfaat.
[7]. Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (1322), 'Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (20269), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XIII/65), dari jalur Ma'mar bin Zaid bin Aslam dari ayahnya. Aku katakan: "Sanadnya shahih."
[8]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (VI/303, X/461, al-Fat-h), Muslim (XVI/183-184 an-Nawawi), dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.